Minggu, 06 September 2009

Penyebab Dasar "Kemiskinan" Masyarakat

Biang Kerok Penyebab Kemiskinan.
Kemiskinan memang merupakan fenomena yang tidak akan pernah terpisahkan dari dinamika kehidupan manusia. Apapun bentuknya, yang namanya kemiskinan pasti akan membuat hidup seseoranng menjadi tidak mudah.Kemiskinan membuat orang tidak akan dapat memenuhi gizinya dengan baik, kemiskinan akan membuat orang tidak dapat menikmati indah dan menyenangkanya kehidupan sekolahan, serta membuat sebagian orang menjadi hidup dalam kegelapan karena tidak mampu membayar listrik. Akibatnya orang yang miskin cenderung berpendidikan rendah, kurang gizi, dan hidup dalam keterbatasan. Itu artinya miskin harta akan berbanding lurus dengan miskin keahlian dan miskin produktivitas (Abdul. Qoiyum, 2009).
Ada dua faktor utama mengapa orang menjadi miskin, yakni sebab cultural dan sebab structural. Secara cultural, kemiskinan dipicu oleh lemahnya etos kerja, sikap hidup yang fatalis dan salah dalam memahami makna rizki, malas berusaha termasuk malas mengembangkan kemampuan diri serta terperangkap pada budaya miskin itu sendiri.
Secara structural, kemiskinan dipicu oleh setting social yang individualistic, yakni ketika orang yang mampu/kaya dengan egonya merasa acuh dengan kehidupan kemiskinan yang ada di sekitarnya, termasuk tidak adannya kesadaran bahwa banyaknya orang yang ada di sekitarnya yang membutuhkan uluran tanganya. Ia sibuk dengan dirinya sendiri, berlomba-lomba memenuhi semua keinginanya (bukan kebutuhan) yang tidak terbatas, sedangkan orang yang ada disekitarnya sedang kesulitan mencari makan.
Tetapi yang paling utama, kemiskinan adalah produk dari sitem ekonomi kapitalistik yang melahirkan pola distribusi kekayaan yang tidak adil. Mengapa distribusi sangat buruk? karena system dan kebijakan pengambil keputusan lah yang membuat itu semua.
Sementara itu, kaum kaya dengan sejumlah modal yang dimilikinya mampu menambah kekayaannya dengan seenaknya, dan yang lebih parah lagi mereka mampu masuk kedalam jantung dan darah para pengambil kebijakan. Sehingga sebagian besar produk kebijakan yang diambil adalah pesanan dari mereka kaum kaya agar dapat memenuhi kebutuhan usahanya untuk menumpuk kekayaan yang dimilikinya. Ditambah lagi dengan miskinnya solidaritas dan budaya miskin diatas maka lengkaplah penyebab kemiskinan.
Jika ditelusuri lebih jauh faktor dominan terjadinya kondisi tersebut, sumber masalahnya terletak pada ketimpangan distribusi pendapatan nasional antara berbagai golongan rakyat disetiap negara. Keadaan ini mencuat karena kesejahteraan ekonomi masyarakat sangat tergantung pada pola distribusi seluruh pendapatan nasional (Al-Kaap 2002). Dalam teori ekonomi dikemukakan bahwa distribusi hendaknya dapat mengatasi masalah penyaluran pendapatan nasional di berbagai klas dalam masyarakat. Ia harus dapat mengatasi fenomena sebagian kecil masyarakat yang mampu menumpuk kekayaan yang berlimpah sedangkan sebagian besar yang lainnya hidup dalam kemiskinan. Celakanya, sebagian kalangan ahli ekonomi modern menganggap bahwa masalah distribusi bukan sebagai masalah perorangan melainkan sebagai masalah fungsional. Teori ekonomi mengenai distribusi tidak tuntas menyajikan persoalan ini, ia hanya focus pada suatu konsep yang menetapkan harga jasa produksi, sehingga akan berupaya untuk menentukan nilai jasa dari berbagai faktor produksi. Fenomena ini merupakan perpanjangan tangan dari teori umum penetapan harga. Disisi lain disebutkan bahwa masalah distribusi perorangan dapat diselesaikan secara baik setelah diketahui pemilik dari factor produksi, sedangkan teori distribusi funsional mestinya bisa menentukan harga jasa yang diberikan oleh beragam factor produksi secara layak, namum dalam system kapitalis dikatakan bahwa setiap pemilik factor produksi akan memperoleh balas jasa. Hanya saja balas jasa yang mereka terima tidak melebihi jumlah minimum yang diperlukan untuk mempertahankan factor produksi itu pada kedudukannya sekarang (A.Manan; 1997)

Mengingat terdapat perbedaan sikap dalam menetapkan balas jasa faktor produksi, masing-masing mazhab berupaya mencari temuan yang memungkinkan semua pihak memperoleh keuntungan melalui konsep ekonomi yang partial. Ketika konsep temuannya mulai diaplikasikan, mereka lupa bahwa dalam hukum ekonomi terdapat pernyataan tentang kecendrungan sebab akibat antara dua kelompok fenomena, semua hukum ilmiah adalah hukum dalam arti yang sama. Jika terjadi kombinasi antara hydrogen dan oksigen sedangkan faktor lainya tetap, maka ia akan berubah menjadi air. Selanjutnya jika harga suatu komoditi naik maka permintaan terhadap barang tersebut akan turun, jika factor lainnya tetap.. Kendati keadaan ini berlaku seperti hukum alam, akan tetapi reaksi hukum ilmu ekonomi tidak bisa setepat hukum ilmu pengetahuan alam. Hal ini disebabkan oleh factor sbb :
1. Ilmu ekonomi adalah ilmu pengetahuan sosial, dengan demikian harus menghadapi banyak orang yang dikendalikan oleh berbagai motif, akibatnya hukum ekonomi hanya dapat memberikan hasil rata-rata.
2. Data ekonomi begitu banyak dan sangat cepat mengalami perubahan, seperti sikap, selera, watak manusia yang setiap waktu bisa berubah, maka tugas untuk meramalkan perbedaan reaksi akibat suatu perubahan menjadi sangat unpredictable.
3. Banyak factor yang tidak dapat diketahui dalam situasi tertentu, sehingga ramalan dari data yang tidak diketahui hasilnya menjadi bersifat hipotetis.

Meskipun adanya keterbasan data informasi dalam menelaah kecendrungan masyarakat, akan tetapi persoalan mekanisme produksi, distribusi dan konsumsi harus tersedia konsepnya. Sejarah peradaban manusia telah menyaksikan timbul tenggelamnya banyak sistem ekonomi, dan berbagai rencana komprehensif organisasi tersebut telah diusulkan untuk dipakai sebagai dasar pemikiran dalam mengejar perbaikan kesejahtraan masyarakat. Ideologi Ekonomi yang diangkat dalam kajian ini antara lain terdiri dari sistem Kapitalisme, Sosialisme (Komunisme), Negara Kesejahteraan dan Islam. Masing masing akan disajikan dalam suatu kerangka yang berbeda mengenai cara/prosedur untuk memakmurkan masyarakat (A.Manan)
Dalam perbandingan tentang disiplin ekonomi, perhatian sebaiknya ditujukan pada cara membandingkan pencapaian prestasi. Karena itu tidaklah mungkin untuk dapat mencapai suatu kesimpulan yang objektif, bila “objektifas” yang dimaksud adalah suatu penilaian yang secara logis harus diterima oleh para pendukung dari semua system ekonomi. Akan tetapi perbandingan prestasi ini hanya dapat mencapai dalam dua hal yaitu :
a)Perbandingan yang dapat menunjukkan setiap sistem yang unggul diatas system lainnya dalam memenuhi tujuan tertentu.
b)Sejauh mana suatu tujuan itu dikorbankan untuk mencapai tujuan yang lainnya.

Mengingat seluruh analisa ini bersifat subjektif, diharapkan tidak ada prasangka buruk apabila menemui kondisi yang tujuannya berbeda atau memberi bobot yang berbeda pada tujuan yang sama atau menolak untuk menerima sudut pandang orang lain.

Jakarta, 07 September 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar